Kamis, 29 Oktober 2009

Cinta Tanah Air

Kedua acara di sebuah stasiun televisi pada jam yang berbeda kemarin sore mengangkat isu yang sangat menarik bagi saya. Acara pertama, mengangkat kisah tentang ‘orang-orang yang diizinkan pergi, tapi tak diizinkan pulang’ yang ada di Rusia.
Orang-orang tersebut dulunya adalah orang-orang pilihan yang diberi kesempatan belajar ke luar negri pada masa Orde Lama. Namun sial, ketika rezim berganti, mereka justru dianggap sebagai musuh pemerintah. Mereka tidak diizinkan pulang kembali ke tanah air. Kalau pun memaksa untuk kembali, mereka harus bersiap menjadi seorang tahanan politik, diasingkan, atau mendapat ancaman lainnya. Saat keadaan sudah aman, usaha mereka untuk kembali menjadi warga negara Indonesia terhalang akibat undang-undang kewarganegaraan.
Akhirnya keadaan memaksa mereka berkewarganegaraan Rusia. Mereka bekerja, berkeluarga, dan menghabiskan masa tua di negri orang. Mereka seperti telah putus hubungan dengan tanah airnya. Salah seorang dari mereka bahkan tidak sempat melihat orang tuanya di Indonesia meninggal dunia.
Rasa rindu akan tanah air bukan tak ada. Mereka bahkan masih menyimpan harapan yang besar untuk bisa kembali ke tanah air, menjadi warga negara, dan akhirnya menutup mata di negri sendiri. Diri mereka memang sudah terdampar jauh di Rusia, tapi hati mereka senantiasa terpaut di Indonesia. Orang-orang seperti mereka ini tidak hanya berada di Rusia, tapi juga tersebar di Cina dan negara-negara Eropa Timur pecahan Rusia lainnya.
Acara kedua adalah berita tentang ‘manusia perahu’ dari Sri Lanka, yang saat ini berada di Indonesia karena tertangkap Angkatan Laut Indonesia di perairan Selat Sunda. Keadaan mereka cukup memprihatinkan, banyak dari mereka yang terserang penyakit. Mereka berencana akan ke Australia untuk meminta suaka sebelum tertangkap di Indonesia.
Konflik berkepanjangan antara pemerintah Sri Lanka dan gerilyawan Macan Tamil memaksa mereka meninggalkan Sri Lanka dan melabuhkan mimpi-mimpi untuk kehidupan yang lebih aman dan tentram di negri orang. Tekad mereka untuk meninggalkan Sri Lanka menuju Australia sudah bulat, mereka menolak untuk dikembalikan ke negaranya.
Brinda, seorang gadis kecil yang merupakan satu dari banyak anak yang ikut dalam rombongan tersebut ketika ditanya oleh reporter perihal apakah ia mengerti mengapa ia sekarang berada di kapal itu, menjawab (dengan Bahasa Inggris yang menurut saya sangat bagus): “Kami telah tinggal di sebuah hutan yang penuh dengan binatang buas dan tanpa air sebelumnya. Saya sangat sedih dengan keadaan anak-anak seusia saya di kapal ini, tapi kami anak-anak ingin belajar dan butuh masa depan yang lebih baik..”
Brinda sangat paham mengapa ia ada disana. Ia, anak-anak lain, beserta orang tuanya sepertinya sadar bahwa mereka tidak akan pernah mampu mewujudkan harapan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik jika mereka tetap tinggal di Sri Lanka, tempat dimana hari-hari mereka hanya dipenuhi rasa takut.
Kedua kisah ini berbeda, tapi menurut saya sebenarnya mengisyaratkan isu yang sama: rasa cinta pada tanah air. Kisah yang pertama adalah tentang orang-orang yang ingin kembali ke tanah air karena masih cinta. Sedangkan kisah yang kedua adalah tentang orang-orang yang ingin pergi dari tanah airnya, karena kehidupan yang tidak tentram telah mengikis cinta mereka.
Rasa cinta pada tanah air mungkin juga merupakan sebuah pilihan. Orang-orang pada kisah yang pertama memilih untuk tetap mencintai, sedangkan orang-orang pada kisah yang kedua sepertinya memilih untuk berhenti mencintai. Rasa cinta itu sepertinya dipengaruhi keadaan, dan negara mempunyai pilihan untuk memperbaiki keadaan tersebut atau tidak.
Menurut saya, negara bertanggung jawab dalam memelihara rasa cinta rakyat terhadap tanah airnya, dan rasa cinta itu akan terpelihara dengan baik jika negara dan rakyat saling mencintai secara sehat, ‘saling memberi dan menerima’. Saya kurang sepakat dengan kata-kata Abraham Lincoln, “Jangan tanyakan apa yang bisa negara berikan pada anda, tapi tanyakanlah apa yang bisa anda berikan pada negara.” Ah, Lincoln mungkin lupa. Lupa bahwa kita tidak bisa mengikuti upacara bendera dengan khidmat jika perut kosong.

Silahkan tidak sepakat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar