Hari sudah cukup malam. Pembeli datang silih berganti, satu-satu. Satu datang, satu pergi. Lama sekali selang waktu antara yang datang dan yang pergi, hingga si tukang nasi goreng punya banyak waktu untuk bermonolog. Mulailah ia..
“Ya Tuhan..saya tidak ingat ini malam ke berapa yang saya jumpai sejak hidup di dunia ini. Yang saya tahu setiap pertemuan saya dengan malam adalah bukti kasih sayang Engkau pada hamba..”
“Ya Tuhan..saya tidak ingat berapa uang yang sudah saya peroleh sejak saya berjualan nasi goreng ini. Yang saya tahu, jika saya mencoba menghitung-hitung semua nikmat dari-Mu, maka saya tidak akan pernah dapat menghitungnya..”
***
Seorang pembeli datang, tersentak si tukang nasi goreng. Berhenti Ia bermonolog. Pembeli pergi, Ia lanjut kembali.
“Ya Tuhan..saya ini tukang nasi goreng. Tidak pernah bermimpi punya mobil dan rumah mewah dari hasil berjualan ini. Tidak pernah bermimpi menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi. Menyekolahkan anak buat saya hanya formalitas agar kelak ia tidak gampang dibodohi..”
“Ya Tuhan..saya ini tukang nasi goreng. Hidup buat saya hanyalah untuk malam ini, dan apa yang bisa saya dan anak istri makan esok hari. Saya tidak paham apa yang diributkan petinggi-petinggi negara ini di ibukota, tidak mengerti apa itu kriminalisasi, bahkan tak tahu apa dampak korupsi..”
***
Datang lagi seorang pembeli, si tukang nasi goreng kembali tersentak. Ia berhenti lagi bermonolog. Pembeli pergi, Ia lanjut kembali.
“Ya Tuhan..saya ini tukang nasi goreng. Standar kebahagiaan buat saya tidak setinggi langit. Pertemuan dengan malam ini buat saya adalah kebahagiaan, menghabiskan waktu bersama anak dan istri dalam kesederhanaan dengan rizki yang halal adalah kebahagiaan. Kebahagiaan buat saya tidak dinilai dari seberapa besar rumah yang bisa dibangun dan seberapa banyak mobil mewah yang bisa diparkir di halamannya, tapi justru diperoleh dengan cara-cara yang mencederai hak-hak orang lain..”
***
Sudah tak ada pembeli yang datang, bahkan di jalan tak ada lagi orang yang lalu-lalang. Sepi sekali. Malam sudah sangat larut. Si tukang nasi goreng berkemas untuk pulang. Semua sudah dibereskan dan dimasukkan ke dalam gerobak. Ketika hendak mendorong gerobak, tak sengaja dilihatnya tokek sedang menangkap seekor serangga di tembok sebuah warung yang sudah tutup.
Dalam perjalanan pulang menuju rumah, bermonolog lagi Ia dalam hati.
“Ya Tuhan..pembeli malam ini memang benar-benar sepi. Tapi saya tidak khawatir..karena bukankah tidak ada makhluk yang rizkinya tidak Engkau atur, bahkan seekor binatang melata sekalipun..”
Ia tersenyum. Besok siang Ia harus kembali bangun dan mempersiapkan kembali dagangannya untuk menjalani rutinitas malam yang nyaris selalu sama..
Jatinangor, 10 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar